Khotbah mengandung
tiga unsur, yaitu Penafsiran, Pesan dan Komunikasi. Ketiga unsur ini mempunyai
kaitan yang erat satu dengan yang lainnya. Berdasarkan penafsiran, pengkhotbah
beroleh pesan yang akan disampaikan melalui khotbah. Melalui komunikasi, pesan
disampaikan dengan hidup. Atau sebaliknya, tanpa pesan, khotbah yang
sekomulatif apa pun akan menjadi hampa. Jadi dapat dikatakan ketiga hal ini
tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya.
Penyampaian khotbah sebenarnya terlibat dalam dua macam proses yaitu:
1. Pengkhotbah
yang tinggal di dunia modern menafsirkan
Alkitab yang ditulis pada zaman dahulu. Dia berusaha mengerti apa yang
diajarkan Tuhan melalui penulis Alkitab kepada pembaca Alkitab zaman itu.
Kemudian berusaha untuk menghubungkannya dengan situasi masa kini.
2. Pengkhotbah
menyampaikan pesan atau ajaran Alkitab
itu dengan komunikatif kepada pendengarnya yang sama-sama berada didunia
modern.
Dalam penafsiran Alkitab sering terjadi kesulitan, kesulitan itu
terjadi dari segi pemahaman. Pemahaman ini perlu melintasi banyak macam
pemisah, diantaranya waktu, tempat, bahasa, budaya, keadaan masyarakat, dan
masih banyak yang lainnya. Supaya penafsiran Alkitab dan khotbah yang
disampaikan dapat dibawakan dengan baik, perlu adanya ketelitian dalam
mengetahui berbagai latarbelakang yang terjadi pada masa lampau kemudian
mencoba menghubungkannya dengan situasi konkrit pada zaman modern, tujuannya
agar pesan yang disampaikan pada zaman dahulu masih relevan dengan masa kini,
selain itu pula khotbah yang disampaikan bisa benar-benar dimengerti oleh
pendengar ada zaman modern.
Dalam berkhotbah sudah tentulah
melibatkan interaksi antara pengkhotbah dengan pendengar. Dan lebih dari
itu, dalam pelayanan ini ada unsur supernatural. Roh Tuhan berkarya melalui
khotbah yang disampaikan oleh hamba-Nya. Roh Tuhanlah yang menuntun pikiran dan
emosi pengkhotbah dalam penafsiran Alkitab dalam penyampaian khotbah. Dalam
pelayanan berkhotbah, manusia hanyalah alat dalam tangan Nya. Dalam tugas mulia
ini, sebenarnya unsur kerohanian dan kedewasaan pengkotbah sangat menentukan.
Pengkhotbah seharusnya adalah orang yang dipilih, disiapkan, dipimpin dan
diutus Tuhan untuk menyampaikan pesan penting.
I. Penafsiran
A. Pengkhotbah perlu menguasai penafsiran
Alkitab
Menguasai
penafsiran Alkitab memang tidak mudah dan sulit, namun penkhotbah harus tetap
menguasai prinsip dan metode penafsiran, Sebab tidak mungkin seorang menjadi
pengkhotbah yang benar-benar memberitakan ajaran Alkitab, tanpa terlebih dahulu
menjadi penafsir yang baik.
Penafsiran adalah unsur penting dalam khotbah. Karena mempunyai
penafsiran yang tepat, pengkhotbah baru dapat menyampaikan isi khotbah dengan
tepat. Penafsiran yang mendalam lebih mungkin menghasilkan khotbah yang
mengungkapkan kekayaan Firman Tuhan. Berkotbah merupakan seni berpidato, orang
yang mahir dalam menafsir, belum tentu ia hebat dalam menyampaikan khotbah. Bahkan
terkadang dapat membuat pendengar kebanyakkan ngantuk, karena ia tidak
mempunyai bakat berpidato. Bakat itulah yang membuat sebuah khotbah menjadi
menarik. Dalam sebuah khotbah perlu adanya persiapan terlebih dahulu, supaya
tidak terkesan bahwa isi pesannya hanya
semata-mata bergantung dari Alkitab.
Tanpa berusaha mencari atau menggali lebih mendalam makna dari pesan yang
tertulis dalam Alkitab. Dalam hal berkhotbah, seharusnya pengkhotbah selalu
ingat bahwa Alkitab harus dibaca, ditafsir dan dipahami olehnya sebelum dia
menyampaikan khotbah itu. Dalam
penyampaian khotbah, tidak harus sang pengkhotbah menyampaikan secara
keseluruhan dari isi Alkitab yang menjadi renungan, tetapi berusaha mencari
nast-nast tertentu yang dapat menjadi acuan dalam berkhotbah.
Robinson berpendapat bahwa pengkhotbah seharusnya datang kepada Alkitab
seperti seorang anak lugu. Ia datang bukan untuk berdebat, atau membuat naskah
khotbah. Ia datang untuk membaca agar mengerti; ia berusaha mengerti agar ia dapat
mengalami apa yang dimengertinya. Namun ia juga harus datang sebagai seorang
dewasa, karena Alkitab memang bukan sebuah kitab yang mudah dimengerti. Dengan
kata lain, disatu pihak pengkhotbah harus bersikap lugu, bagaikan orang Kristen
biasa yang otaknya belum dipenuhi beraneka pendapat dan teologi. Di lain pihak,
dia pun datang dengan sikap seorang dewasa, sebab alkitab memang perlu ditafsir
dengan berbagai prinsif dan metode. Namun pengkhotbah yang ingin menafsir dengan
benar, perlu mendapat persiapan, pendidikan dan latihan yang memadai.
Dalam upaya untuk menafsirkan sebuah khotbah tentunya banyak hal yang
perlu diketahui, tentunya orang tersebut benar-benar sudah dipersiapkan dalam
bidang itu. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain; bahasa asli yang terdapat
dalam alkitab, latarbelakang, dan sebagainya. Terkadang begitu banyak kita jumpai buku-buku
tafsian yang beredar dipasaran, sehinggga secara tidak langung dapat membantu
pengkhotbah, tetapi ada hal perlu diingat, apakah isi tafsiran itu benar-benar
sesuai dengan isi Alkitab?. Seorang pengkhotbah yang ulung tentunya ia terlebih
dahulu mengkritisi isi tafsiran tersebut, apakah sesuai atau tidak, sehingga
dengan demikian ia dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang ia jumpai dalam
buku-buku tafsiran yang ada dipasaran,
kemudian dapat menjadi seorang penafsir yang
baik.
B. Beberapa hal tentang tafsiran
Proses
penafsiran didukung beberapa analisis. Analisis-analisis ini paling tidak
terdiri atas analisis teks, analisis sastra, analisis introduksi, analisis
sejarah dan latar belakang, analisis sastra, analisis konteks, analisis arti
kata, dan analisis tata bahasa. Ada beberapa
macam prinsip dan metode yang dapat dipakai dalam satu analisis. Tetapi
pemakaiannya berbeda dari satu kasus kekasus lain. Setelah ditafsir dengan
berbagai analisis, pengkhotbah dapat mengumpulkan data yang cukup banyak. Lalu
pada data ini dia menemukan benang merah yang menghubungkan satu bagian dengan
bagian lain. Berdasarkan benang merah ini dia menyeleksi informasi yang
dianggap saling berkaitan. Informasi ini merupakan penjelasan yang dapat
menerangkan bagian alkitab yang diselidiki itu. Penjelasan ini disusun dengan
logis dan teratur, lalu dituliskan menjadi satu tafsiran yang utuh, indah dan
jelas.
Salah satu patokan yang mengukur
bermanfaat tidaknya sebuah tafsiran adalah apakah tafsiran itu dapat
menjelaskan ayat-ayat yang ditafsirkannya. Isinya membantu pembaca mengenal dan
mengerti apa yang ditulis Alkitab. Ia menjawab pertanyaan yang timbul dalam
hati pembaca Alkitab. Penjelasannya jelas dan masuk akal. Bahasanya sederhana
dan mudah dimengerti. Dan dengan membaca
tafsiran ini, kerohanian pembaca tumbuh.
C. Sebuah Tafsiran
Dalam
menafsirkan sebuah teks dalam Alkitab, tentunya banyak hal yang perlu untuk
diperhatikan. Selain konteks, terkadang juga pengkhotbah harus mencari tahu
latarbelakang Alkitab; misalkan bagaimana situasi pada saat itu, bahasa apa
yang paling menonjol, siapa pengarangnya, dan dalam situasi apa teks itu
ditulis. Apabila sudah menemukan kesemuannya itu, maka akan lebih mudah untuk
dapat mencari hal-hal yang sekiranya dapat dipertanyakan oleh pembaca. Sehingga
dengan demikian sebuah tafsiran dapat dibaca dengan baik.
D. Dari tafsiran ke Khotbah
Proses
penafsiran sebenarnya belum selesai sebelum pengkhotbah menemukan pesan Alkitab
yang di tujukan kepada manusia modern. Pesan ini merupakan petunjuk atau
prinsip dasar yang ingin disampaikan penulis kitab. Pesan ini bersifat universal dan berlaku pada
segala zaman modern. Pesan ini bersifat universal dan berlaku pada segala zaman. Itu sebabnya
pesan ini juga relevan dengan pendengar zaman modern.
Tafsiran yang baik tentunya relevan dengan situasi masa kini, artinya ia
dapat menjawab kebutuhan para pendengar atau pembaca. Penafsir bertugas menemukan pesan yang ada dalam Alkitab
yang akan disampaikan melalui khotbah. Penafsiran memang erat hubungannya dengan
khotbah. Data dalam tafsiran, baik dalam proses penafsiran maupun kesimpulan
penafsiran, dapat diterapkan dalam khotbah. Data ini dapat dipakai dalam
pendahuluan, batang tubuh khotbah, dan penutup dalam khotbah. Data ini bukan
hanya sekedar disebutkan dalam khobah. Data ini menjadi dasar pembahasan
pengkhotbah, dengan demikian
pengkhotbah mengajak pendengar mengerti, merenungkan dan mengingat petunjuk
atau prinsip dasar yang disampaikan penulis kitab. Bahkan maju satu langkah,
apa yang diajarkan penulis kitab itu diwujudkan di dalam kehidupan pendengar.
II. Pesan
Pesan adalah
petunjuk atau prinsif dasar yang disampaikan dalam suatu bagian Alkitab. Lalu
petunjuk atau prinsip dasar ini dijadikan sebuah khotbah. Jadi pesan adalah
inti khotbah yang ingin disampaikan pengkhotbah kepada pendengarnya dengan tujuan
mereka memahaminya dengan baik, menerimanya dengan senang hati, dan melakukannya
dengan sungguh-sungguh. Yang
dicari pendengar sebenarnya bukan “Khotbah”,
tetapi “Pesan” . Pesan itulah yang memenuhi
kebutuhan pendengar, bagaikan air yang menghilangkan rasa haus orang
yang meminumnya. Sebab dalam khotbah
terdapat berbagai hal yang menjelaskan pesan, dan yang meyakinkan pendengar
menerima pesan. Seorang pengkotbah harus
merasa yakin bahwa pesan yang
dia sampaikan memang dibutuhkan pendengarnya.
Sumber pesan khotbah tetap adalah
Alkitab, dan sekali lagi, ini harus diperoleh pengkhotbah melalui penafsiran. Dalam
hal ini, pengkhotbah
membutuhkan sebuah ide yang membantu dia menemukan satu atau beberapa bagian Alkitab
yang akan dijadikan sebagai dasar khotbah. Ide ini berfungsi membantu
pengkhotbah menemukan bagian Alkitab yang akan dikotbahkan.
a.
Pentingnya pesan: Pesan itu penting karena pesan adalah
inti khotbah. Tanpa pesan sebenarnya khotbah sudah hilang maknanya. Khotbah
juga harus mempunyai pesan yang jelas.
Dengan pesan yang jelas, pegkhotbah baru mungkin menyampaikan khotbah yang
jelas. Karena khotbah ditulis bertumpu pada pesan, maka pengkhotbah akan
memilih pola, bahasa dan penjelasan yang cocok untuk menyampaikan pesan. Dengan kata lain, karena mengenal pesan dalam
khotbahnya, pengkhotbah tahu apa yang
akan dikotbahkan dan tahu
bagaimana mengkomunikasikannya kepada pendengar. Pesan dianggap penting, karena pesan
diyakini akan mendatangkan berkat besar bagi pendengar yang menerimanya dan mungkin saja pesan bertujuan
menyadarkan pendengar akan suatu bahaya,
atau membantu mereka memecahkan suatu masalah, atau menguatkan iman mereka
dalam masa sulit. Jadi boleh
dikatakan, “berita (atau pesan)” dalam khotbah berkaitan dengan “bobot” (atau mutu) pengkhotbah. Pengkhotbah
yang berbobot mempunyai beban yang
bertahan lama dan tepat. Dari “beban” pengkhotbah lahir “berita” yang
dibutuhkan pendengar (walaupun sesungguhnya berita atau pesan berasal dari Alkitab). Dan pengkhotbah “berbobot”
menyampaikan “berita” yang berbobot pula. Mutu
sebuah khotbah ditentukan oleh pesannya. Kalau pesan itu berasal dari
alkitab, khotbah itu patut didengar. Sebab apa yang diterima pendengar bukanlah
berita dari manusia tetapi pesan dari Alkitab.
b.
Hubungan pesan
dengan tujuan: Dalam
khotbah, pesan dan tujuan mempunyai hubungan erat, walaupun kedua hal ini tidak
sama. Pesan adalah inti khotbah, yang diperoleh pengkhotbah melalui penafsiran
Alkitab. Sedangkan tujuan menjabarkan pesan ke dalam aplikasi yang konkrit. Itu
sebabnya tujuan lebih berhubungan dengan perubahan yang diharapkan
pengkhotbah terjadi pada pendengar setelah mereka mendengar khotbah. Perubahan
ini mencakup tindakan, pikiran, pengetahuan, atau keterampilan yang terlihat dalam kehidupan pendengar. Pengkhotbah
yang mengenal tujuan akan menyampaikan khotbah yang jelas dan konkrit. Tujuan
biasanya juga dinyatakan melalui aplikasi yang diberikan dalam khotbah. Sebuah
khotbah biasanya mempunyai banyak tujuan. Jumlah tujuan yang sedikit membuat pengkhotbah
memfokuskan pembicaraannya.
III. Komunikasi
A. Apa itu komunikasi
Komunikasi
adalah suatu proses yang bersifat interaksi yang terjadi antara dua pihak yang
menggunakan sistem simbol yang disepakati lalu bagi golongan lain, komunikasi
seharusnya dilihat sebagai interaksi yang menghasilkan makna pada berita yang
dikirimkan baik secara tertulis maupun secara lisan. Jadi komunikasi itu sama
interpensinya. Sedangkan pakar lain melihat pentingnya unsur budaya dalam
komunikasi. Budaya adalah sistem yang mengorganisirkan interaksi; budaya adalah
lingkungan bagi komunikasi. Komunikasi adalah bagian dalam kehidupan manusia,
yang menuntut introspeksi diri dan interprestasi atas berita yang dikirim orang
lain. Komunikasi melibatkan pemahaman orang yang bersangkutan terhadap dunia luarnya.
B. Tahap-tahap dalam komunikasi
1.
Tahap trasmisi: Dalam tahap
ini terjadi penyampaian atau penyebaran berita. Penyampaian dan penyebaran ini
mungkin saja belum dilakukan dengan baik.
2.
Tahap berkontak: Dalam tahap
ini penerima berita sudah mendapat berita, atau secara fisik, kedua pihak sudak
bertemu.
3.
Tahap umpan
balik: Berhubung
kedua pihak masih mengambil jarak, maka apa yang terjadi ditahap umpan balik
ini sangat penting. Umpan balik yang dimaksudkan disini adalah respon yang
diterima komunikator dan komunikan.
4.
Tahap mengerti: Dalam tahap
ini penerima berita mulai merasa yakin bahwa dia mengerti maksud yang
disampaikan pengirim berita itu.
5.
Tahap menerima: Dalam tahap
ini pengirim dan penerima berita lebih
berdekatan satu dengan yang lain. Ini bukan berarti mereka sudah saling
menyetujui, namun sudah muncul sikap saling menerima antara mereka. Dalam hal
berkhotbah, untuk memasuki tahap ini pendengar harus percaya bahwa pesan itu
dapat dipercayai.
6.
Tahap terjadi
pembenahan dalam hati: Tidak ada jaminan sikap seorang akan berubah jika dia menerima satu
berita secara intelektual. Mungkin saja mulut dan pikiran menerima berita
menyatakan bahwa dia sudah menerima, tetapi dia masih belum bersedia menerima
dengan sepenuh hati.
7.
Tahap
berinteraksi: Dalam tahap ini antara pengirim dan penerima berita sudah mencapai
interaksi yang menghasilkan sikap saling tergantung satu dengan yang lain. Ini
bukan berarti mereka sepakat dalam segala hal, atau hubungan mereka sudah bebas
dari ketegangan.
C. Perbandingan komunikasi tertulis dengan komunikasi lisan
Berikut ini
adalah daftar sederhana tentang kelebihan dan keterbatasan komunikasi tertulis dan komunkasi lisan:
1. Kelebihan komunikasi tertulis
a.
Penulis mempunyai waktu dan sumber yang lebih memadai
untuk mengadakan riset dan perbaikan akan naskahnya.
b.
Penulis dapat membaca naskahnya berulang kali, sehingga
dia menguasai isinya.
c.
Naskah tertulis dapat dicetak dalam jumlah besar, lalu
disebarkan dengan luas.
d.
Pembaca lebih mudah mengikuti jalan pikiran,
argumentasi atau jalan cerita penulis.
2. Keterbatasan komunikasi tertulis
a.
sangat tergantung pada kesediaan pembaca untuk membaca sebuah
karya tulis.
b.
Pada umumnya minat baca dimasyarakat Indonesia tidak
terlalu tinggi.
c.
Ada
banyak hal yang mudah dilakukan dalam komunikasi lisan, misalnya nada atau
isyarat tangan tetapi tidak dapat dilakukkan dalam komunikasi tertulis.
3.
Kelebihan komunikasi
lisan
a.
Dibandingkan komunikasi tertulis, komunikasi lisan
lebih mudah dilakukan.
b.
Komunikasi lisan dilakukan dalam pertemuan bertatap
muka.
c.
Kesempatan kedua pihak bertatap muka memudahkan
komunikasi yang melibakan banyak macam indera (mendengar, melihat, merasa) dan
media (suara, isyarat tangan, papan tulis, slide, drama, film).
d.
Pembicara lebih mudah mengatur suasana dan lingkungan
yang mendukung komunikasinya.
e.
Pendengar lebih enggan meninggalkan pertemuan sebelum
pertemuan usai.
f.
Pembicara lebih mudah melakukan komonikasi yang
bersifat interaktif dengan pendengar.
g.
Pembicara lebih mudah mengadakan tindak lanjut atas
respons pendengar.
4. Keterbatasan komunikasi lisan
a.
Komunikasi lisan dilakukan dalam satu kali perteuan,
yang lebih bersifat spontan.
b.
Karena terbatas dengan waktu berbicara, pembicara tidak dapat mengadakan pembahasan
yang panjang dan rumit.
c.
Pembicara tidak mudah mempertahankan perhatian
pendengar dala jangka waktu panjang.
d.
Ada
banyak unsur yang menggangu komunikasi lisan, dan ada kalanya sulit diatasi.
e.
Kemampuan dan kemauan pendengar mendengar sangat
berbeda.
f.
Pada umumnya, pendengar tidak berkesempatan mancari
tamabahn dari pembicara.
D. Kesanggupan Berkomunikasi
Kesanggupan berkomunikasi setiap orang tentulah tidak sama. Kemampuan berkomunikasi berhubungan dengan
pendidikan formal yang diterima orang yang bersangkutan. Salah satunya, orang
yang mendapat pendidikan yang baik dapat memakai bahasa dengan baik pula. Pembawaan, latar belakang keluarga,
pengalaman dalam pergaulan, dan budaya di mana seorang dibesarkan juga ikut menentukan kemampuannya
berkomunikasi. Ada orang tertentu sejak kecil sudah pandai berbicara.
Ketika seseorang sanggup
mengenal kesedihan orang lain dan mengungkapkan kesedihan itu, ia telah maju
dalam hal berkomunikasi. Jadi, pengkhotbah perlu melatih kesanggupan berkomunikasi secara
lisan. Komunikasi lisan memang penting. Pengkhotbah perlu memperhatikan kontak
mata dan suaranya dalam penyampaian khotbah. Tetapi komunikasi lisan perlu
didukung isi khotbah yang bermutu dengan
memperhatikan komunikasi tertulis juga.
E. Sedikit Mengenal Komunikasi Lisan
Komunikasi yang efektif akan mencapai salah satu satu atau semua tujuan
yaitu mengajar, meyakinkan dan lain-lainnya. Dan salah satu unsur penting dalam
komunikasi adalah berita. Dengan kata lain, komunikator harus tahu apa yang
dikomunikasi kan. Jika pengirim berita
itu dipandang sebagai orang terhormat dan dapat dipercaya, dengan
sendirinya berita yang disampaikannya juga akan disambut dengan baik.
Sebaliknya, jika pengirim berita tidak dihormati dan tidak dapat dipercaya,
kata-katanyapun tidak dapat dihargai.
Komunikasi lisan di
antara manusia dapat terjadi secara langsung dan secara tidak langsung.
Berkhotbah di gereja termasuk komunikasi secara langsung. Dan dalam poses
komunikasi lisan, terjadi interaksi
antara penyampai berita dan penerima berita. Mungkin dengan tidak
sengaja pendengar melihat jam tangannya berulang kali. Ini syarat bahwa dia
sudah agak bosan. Pendengar juga dapat mengirim berita dengan sadar. Jadi
sesunggihnya dalam komunikasi lisan, kedua pihak berperan aktif dalam
komunikasi. Dan dalam proses ini perlu menafsir berita yang mereka terima.
Hasil penafsiran mereka mempengaruhi sikap mereka, dan menentukan berita
berikut yang akan dikirim.
F. Hubungan Komunikasi Lisan Dengan Pelayanan Berkhotbah
Berkhotbah adalah pelayanan yang bersifat rohani. Dalam pelayanan ini,
pengetahuan dan ketrampilan komunikasi lisan, sebagai karunia dari Tuhan, dapat
digunakan dengan tujuan yang mulia. Komunikasi lisan memainkan peranan penting
dalam pelayanan berkhotbah. Pengkhotbah yang mahir dalam komunikasi sudah tentu
lebih mungkin mendapat hasil yang diharapkan.
Khotbah yang mempunyai tujuan yaitu menjelaskan
Alkitab kepada pendengar, membuat pendengar tertarik, suka menerima dan
mengingat ajaran Alkitab, meyakinkan pendengar bahwa ajaran Alkitab itu baik
dan harus diterima dan mengajak pendengar melakukan ajaran Alkitab, dan komunikasi melibatkan aspek
fisik misalnya pengkhotbah itu perlu memakai suara yang lebih nyaring. Aspek
rasio misalnya ia harus menggunakan argumen yang lebih logis. Aspek emosi
misalnya ia membagi pengalaman bagaimana ia ditolong Tuhan. Dan untuk aspek rohani, misalnya ia meminta
tim doa.
G. Ciri-ciri komunikasi lisan yang efektif
Adapun yang menjadi ciri-ciri lisan yang efektif
adalah:
Seorang penafir yang hebat ialah
bagaimana ia dapat membaca, meneliti isi Alkitab yang ada, kemudian berusaha
untuk menarik kesimpulan dari apa yang telah ia ketahui, setelah itu ia
berusaha untuk menyampaikannya dengan bahasa yang sederhana, sehingga dapat
dijangkau oleh para pendengar. Ia berusaha menjawab kebutuhan jemaatnya.
Sehingga teks yang ditulis ribuan tahun yang lalu tetap masih relevan dibaca
sepanjang masa. Thomas Grome, seorang pemikir PAK mengatakan bahwa dalam mengajar kita harus
memperhatikan tiga hal yaitu masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan
datang. Menurut saya, pendapat tersebut sangat relevan apabila diterapkan dalam
berkhotbah. Dengan kita mempelajari dan mendalami masa lampau (yakni Alkitab)
dan menghubungka atau mengaitkannya dengan masa sekarang (situasi jemaat) maka
akan sangat bermanfaat bagi masa depan, baik itu kita sendiri ataupun jemaat
yang mendengarkan khotbah tersebut.
Berkhotbah melibatkan interaksi
antara pengkhotbah dengan pendengar. Dan lebih dari itu, dalam pelayanan ini
ada unsur supernatural. Roh Tuhan berkarya melalui khotbah yang disampaikan
oleh hamba-Nya. Roh Tuhanlah yang menuntun pikiran dan emosi pengkhotbah dalam
penafsiran Alkitab dalam penyampaian khotbah.
Seorang pengkhotbah yang baik
tentunya ia akan mengerti apa yang akan ia sampaikan dalam khotbahnya. Dalam khotbahnya perlu
adanya pesan yang terselib, agar pendengar merasa puas dan tersentuh setelah
mendengarnya. Pesan itu bisa saja
berasal dari Alkitab, tetapi alangkah lebih baik lagi berdasarkan kebutuhan
jemaatnya. Pesan yang disampaikan
seharusnya dapat mengena dihati pendengar. Sumber pesan khotbah tetap
adalah Alkitab, dan sekali lagi, ini harus diperoleh pengkhotbah melalui
penafsiran. Dalam hal ini, pengkhotbah membutuhkan sebuah ide yang membantu dia
menemukan satu atau beberapa bagian Alkitab yang akan dijadikan sebagai dasar
khotbah.
Komunikasi adalah
suatu proses interaksi antara dua pihak atau lebih dengan menggunakan simbol
yang disepakati. Komunikasi merupakan sebuah sarana untuk menyampaikan berbagai
berita penting yang dimiliki oleh
masing-masing individu. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa komunikasi terdiri atas dua bagian, yakni; secara lisan
dan tertulis. Secara lisan dapat berupa sebuah khotbah, ceramah, pidato dan
lain-lain. Sedangkan yang bersifat tertulis, bisa berupa surat,
majalah, surat
kabar dan sebagainya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar